Menantu perempuan dan ibu mertua, sepertinya adalah sebuah perpaduan yang sempurna, namun dalam prakteknya selalu bermasalah. Well, sepertinya permasalahan ini dialami hampir semua perempuan di dunia. Ingat dengan cerita Jennifer Lopez yang punya segudang masalah dengan si “Monster In Law” yang tidak lain adalah ibu mertuanya sendiri di film yang berjudul sama? Walaupun sepertinya agak berlebihan, tapi pada kenyataannya masalah-masalah tersebut memang terjadi walaupun dalam versi yang lebih sederhana.
Dulu ketika masih berpacaran dengan suami, hubungan saya dengan ibunya sangat akrab. Bahkan sudah seperti ibu dan anak kandungnya sendiri. Maklumlah suami saya tidak memiliki saudara perempuan, makanya calon ibu mertua saya pada waktu itu menganggap saya sudah seperti anak kandung perempuannya sendiri. Aktivitas seperti ke salon, belanja bulanan, beli baju adalah sebagian dari kegiatan yang kami lakukan bersama.
Itu sebabnya ketika menikah saya dan suami memutuskan untuk tetap tinggal di pondok mertua indah bersama ibunya. Karena kebetulan ibunya juga memaksa kami untuk tinggal bersama, takut kesepian katanya kalau kami tinggal. Maklum, ibu mertua saya sudah berstatus janda sejak ayah mertua saya meninggal 3 tahun lalu.
Di awal-awal pernikahan, hubungan kami bisa dibilang sangat bahagia, ibu mertua dan saya sering menghabiskan waktu bersama di dapur, mengatur design interior rumah, dan lain sebagainya. Namun ketika pernikahan saya berjalan sekitar 6 bulan, saya mulai melihat keanehan-keanehan yang muncul. Ibu mertua yang tiba-tiba mencela masakan saya, mulai mengatur cara saya mengurus suami, sampai dengan menanyakan laporan keuangan keluarga kecil kamu setiap bulannya. Jujur, diawal ini terjadi saya merasa ini adalah perhatiannya pada saya agar saya bisa jadi seorang istri yang baik untuk suami. Toh, sebagai ibu ia pasti sangat mengerti karakter anaknya, dan tidak ada salahnya jika saya belajar memahami karakter suami lewat ibunya.
Namun hari demi hari berlalu, saya jadi merasa risih dengan aturan-aturan yang dibuat ibu mertua pada rumah tangga kami. Lama-lama saya jadi merasa stress. Setiap kali haru pulang ke rumah dan bertemu dengan ibu mertua, rasanya saya seperti bertemu dengan monster yang siap menelan saya hidup-hidup. Untungnya suami saya menyadari keadaan saya, dia menanyakan apakah saya masih akan baik-baik saja kalau tetap tinggal satu atap dengan ibunya. Kali ini saya menjawab TIDAK! Karena sepertinya saya akan mati pelan-pelan jika ini diteruskan. Saya menceritakan padanya bagaimana saya sangat mencintai ibunya, tapi saya tidak bisa jika kehidupan pribadi dan rumah tangga saya diatur-atur, bla bla bla….
Untungnya suami mengerti, dan akhirnya kami memutuskan untuk pindah ke rumah kontrakan yang cukup untuk kami berdua dan calon anak kami yang ada di kandungan saya. Dan ternyata, di luar dugaan, hubungan saya dengan ibu mertua perlahan mencair. Saya tetap rutin melakukan kunjungan ke rumahnya, dan sebaliknya ia juga mulai melakukan kunjungan ke rumah kami, dan bahkan ia memuji cara saya mengatur rumah, memasak, dan sebagainya.
Saya jadi berpikir, sepertinya memang benar kata pepatah lama, kalau dekat sepertinya berbau busuk, namun dikala berjauhan keharumannya begitu dahsyat. Saya jadi sering tertawa sendiri jika mengingat pepatah itu.
aduh,,saya ndak pengen tinggal sama mertua,.kontrakan ndak papa deh...
ReplyDeletekalau dekat sepertinya berbau busuk, namun dikala berjauhan keharumannya begitu dahsyat.
ReplyDeleteapakah itu?
*ngacir mode ON*